Pangeran
Diponegoro yang masa kecilnya dipanggil Raden Mas Ontowiryo merupakan tokoh
utama dalam perang Jawa, perang menentang kolonilialisme Perancis – Belanda , yang membuat Belanda ,
walau berhasil menghancurkan kekuatan perlawanan pasukan Pangeran Diponegoro,
tetapi mengalami kerugian yang
sangat besar.
Bagi
bangsa Indonesia dizaman sekarang, banyak hal yang bisa dipelajari dan bisa
dijadikan hikmah dan inspirasi dari perjalanan hidup Pangeran Diponegoro,
terutama karakter kepemimpinannya. Hal
ini penting, karena negara besar seperti Indonesia, sangat kekurangan pemimpin
yang berkarakter kuat seperti Pangeran Dipnegoro. Walaupun, Indonesia memiliki banyak partai
politik yang memiliki jutaan kader, tetapi, sejarah kontemporer Indonesia, mereka
sangat miskin melahirkan pemimpin dengan karakter hebat.
Secara
fisik, Pangeran Diponegoro adalah manusia Jawa biasa, para utusan Belanda
mengambarkannya sebagai seorang
yang bertumbuh gempal, dengan tinggi
sedang, perawakan kuat dan tenaganya sangat kuat serta secara fisik ia adalah
pria dengan daya tarik pribadi yang kuat.
Ia bukan Raja tetapi ia lebih Raja dari seorang Raja dari sikap dan karakternya.
Secara
pribadi ia seorang ayah sejati yang
sangat penyayang terhadap anaknya. Ia
rela berjalan kaki sejauh 35 km dari Tegal Rejo ke Pajang untuk mengunjungi
anaknya yang sedang belajar di pesantren Kyai Mojo . Walau ia seorang ningrat yang memiliki banyak
kuda, tetapi kesederhanaannya luar biasa, hal yang sangat jarang dalam
masyarakat Jawa yang sangat feodal.
PangeranDiponegoro adalah seorang santri. Ia
memiliki kawan yang umumnya para santri dari berbagai pesantren. Ketika ia menuju pantai laut selatan untuk
menyepi selama bulan puasa ia selalu berjalan kaki dengan jarak tak kurang dari
30 km dan sepanjang perjalanan ia selalu mampir di Pesantren-pesantren yang
dilewatinya dan berbincang dengan mereka.
Disamping
sebagai santri ia juga merupakan seorang intelektual berkualitas tinggi. Hal yang sangat jarang dimiliki kaum ningrat
Yogyakarta semasanya. Ia senang membaca
referensi seperti kitab Tuhfah yang berisi filsafat sufi, ia mempelajari usul
dan tassawuf, suluk ( puisi mistik Jawa ), sejarah nabi-nabi, tafsir Alqur’an,
filsafat politik Islam seperti sirat as salatin, taj as salatin, fatah al
muluk, nasihat al muluk, Serat manikmoyo, Serat Gondokusumo, joyo lengkoro
wulang, arjunawijaya , arjuna wiwaha hingga kitab fikih.
Dari
berbagai buku yang dibacanya, jelas ia adalah seorang ningrat, seorang santri,
seorang intelektual, seorang perwira. Ia berbakat dan cerdik. Ia berfikiran terbuka
dan cerdas. Daya ingatnya kuat. Ia
menguasai sejarah tanah Jawa. Ia ahli
dalam seni mistik Jawa. Pertimbangannya sangat matang. Ia memiliki argumen yang kaya, kuat dan
jernih. Ia punya harga diri tinggi.
Ia lawan yang sepadan bagi siapapun Gubernur
Jendral Belanda, Gubernur Jendral Perancis ataupun Gubernur Jendral Inggris. Karena
itu, hanya kelicikan, tipu daya, persekongkolan yang membuatnya dapat
ditangkap.