Pemimpin gagal ?
Banyak
perusahaan yang bangkrut. Banyak
perusahaan dan lembaga jalan ditempat.
Hidup segan mati tak mau. Mati tidak, sadar juga enggak. Bisu , tak bergairah, datar dan pasif. Tanpa inovasi tanpa kreativitas. Tanpa target jelas, paling-paling
hangat-hangat tahi ayam . Rutinitas
semu, yang orang-orangnya telah mencapai puncak jemu.
Banyak
perusahaan atau lembaga dianggap sebagai tempat tak membahagiakan oleh orang-orang yang ada didalamnya. Mereka ada, mereka bekerja, tetapi hanya
rutinitas saja. Asal kerja, tak perlu kerja keras, tak perlu mikir keras, tak
perlu cerdas. Buat apa ?, jangankan gaji tinggi, promosi jabatan, apalagi
prosentase saham . penghargaan yang paling sederhana saja tidak.
Bila
dalam dunia militer tidak ada prajurit yang salah, komandannyalah yang
salah. Maka dalam perusahaan atau
lembagapun bukan karyawan yang salah , pimpinannyalah yang salah.
Pimpinannyalah yang bermasalah.
Pimpinannyalah yang menjadi sumber permasalahan.
Memimpin
bukan seni memberi instruksi, bukan seni memberi perintah. Memimpin adalah seni mendekatkan hati dengan
hati, mensinergikan hati dengan pikiran, mendekatkan pikiran dengan pikiran. Rasional
perlu tetapi etika dan budaya tidak boleh dilupakan. Logika perlu tetapi hatisanubari tak boleh
dilupakan. Ilmu pengetahuan dan
teknologi perlu, tetapi nilai-nilai ruhaniyah sangat diperlukan.
Memimpin
adalah seni membujuk, seni persuasi tingkat tinggi. Bagaimana seseorang akan berbicara dengan
orang-orang yang dipimpinnya maka cara bersikap, cara berbicara, intonasi,
pemilihan kata dan logika kata serta tingkat emosi akan menentukan keberhasilan
penyampaian pesan dan kesan yang dibangun, informasi yang terkumpul serta
bangunan pemikiran dan sikap yang terbentuk dari orang-orang yang dipimpinnya.
Sikap
egaliter, sederhana, ngobrol terbuka penuh kekeluargaan memungkinkan siapapun
sang pemimpin dapat mengetahui apa perasaan, apa yang dipikirkan, apa yang
menjadi harapan, apa yang seharusnya diputuskan akan sangat membantu seorang
pemimpin untuk mengenali kekuatan dan kelemahan orang-orang yang dipimpinnya,
kekuatan dan kelemahan lembaga atau perusahaan yang dipimpinnya sehingga ia
bisa membangun peta pemikiran manajerial dan teknis manajerial yang dibutuhkan oleh lembaga atau perusahaan
yang dipimpinnya, dengan tetap menghargai orang-orang disekitarnya .
Bertukaran
pikiran dengan orang-orang yang dipimpin nya , bukan saja menghadirkan banyak
ide konseptual dan ide teknis dillapangan tetapi yang lebih penting adalah
membangun silaturahmi yang tulus yang menjadi ikatan emosional, sosial dan
spiritual yang sangat dahsyat , ikatan
hati kehati, ikatan emosi yang sehat, ikatan logika yang memperkaya. Sehingga akan terbentuk suatu situasi menghargai
tanpa meminta penghargaan.
Seorang
pemimpin akan berusaha merasakan apa yang diderita orang-orang yang
dipimpinnya. Ia berfikir bukan saja
tentang berbagai proyeksi keuntungan yang bisa didapat, tetapi juga tentang hal
– hal buruk sebelum mengambil keputusan.
Ia berfikir dan merasakan apa mungkin terburuk bukan memaksa orang merasakan
keputusan-keputusan pahitnya.
Seorang
pemimpin tidak harus selalu dibelakang meja ketika kemakmuran sedang melanda. Ia
harus berusaha menyempatkan diri hadir ditengan orang-orang yang dipimpinnya.
Seorang pemimpin harus selalu ada , apalagi ketika krisis melanda. Ia harus menghadirkan penghargaan atas setiap
peran, ia memompa motivasi agar kegairan
tetap stabil. Ia memberi kepercayaan
kesetiap orang, tanpa like and dislike .
Ia hadir memimpin semua orang tanpa orang merasa dipimpin.
Pemimpin
yang arif tentu berusaha membangun lembaga atau perusahaan dimana ia dan
orang-orang yang dipimpinnya bekerja. Ia
membangun semua sisi yang ada dilembaganya.
Lembaga atau perusahaan bukan saja harus memiliki profit yang terus tumbuh. Tetapi lebih penting lagi adalah menumbuhkan
orang dan lembaga yang mendukung pertumbuhan profit tersebut. Ia memperkaya semua, bukan memperkaya kepentingan dirinya.
Perubahan
sangat penting bagi setiap lembaga atau perusahaan . Ia
berusaha membangun perubahan
tetapi perubahan yang bisa menciptakan kepuasan bersama bukan membangun kepuasan diri. Karena
itu ia membangun perubahan disemua sisi yang ada dilembaganya . Ia ingin semua berperan, semua bergerak
ketitik yang ditentukan bersama. Ia membangun perubahan, secara bersama-sama,
bukan memaksakan perubahan yang membuat orang terpaksa dan menderita.
Pemimpin
yang dibutuhkan zaman ditiap peradaban adalah pemimpin yang membangun
masyarakat dan negara. Ia orang yang
menyadari kehadirannya untuk menyempurnakan kesempurnaan peradaban ummat
manusia zamannya. Ia juga menyadari
dirinya tak akan sempurna bila tak di sempurnakan oleh kesempurnaan dia-dia
disekitarnya. Ia adalah pewaris para Nabi. Yang membangun keemasan
peradaban, bukan membangun keemasan pribadinya.
Rabu,
10 Pebruari 2016, bada isya , 20.52
Tidak ada komentar:
Posting Komentar