Perbudakan Modern
Bila
berabad silam perbudakan diciptakan oleh kekalahan dimedan perang, dimana pihak
yang kalah bila tertangkap dijadikan budak. Mereka harus bekerja siang malam
melayani pihak pemenang. Tenaga dan
pemikiran mereka dieksploitasi. Otak
mereka dicuci untuk menerima nasib sebagai budak yang harus melayani dengan
imbalan dibiarkan hidup dan diberi makan sekedarnya.
Di
era kolonilisme dan imperialisme kuno, bangsa-bangsa Eropa yang merasa beradab,
berbudaya tinggi dan akan memperadabkan bangsa-bangsa Asia Afrika mengangkut
manusia-manusia Afrika dan Asia, melalui perjalanan panjang menyeberangi
lautan, membawa mereka keberbagai belahan dunia lain dan memperkerjakan mereka
sebagai budak perahan untuk menghidupkan perkebunan dan industri pendukungnya, padahal
setiap minggu,mereka selalu belajar tentang cinta kasih terhadap sesama
manusia. Memperadabkan manusia tetapi
menyiksa habis-habisan sisi kemanusiaannya.
Di era revolusi Industri, perbudakan diciptakan
oleh sistem yang pro kaum borjuis dan disisi lain melalui sistem pula kaum
proletar dimiskinkan melalui sistem penggajian. Tidak hanya pekerja laki-laki
dewasa, tetapi juga perempuan dewasa, bahkan anak-anak.
Bila
Nabi Muhammad saw melalui ajaran Islam
yang diajarkannya menghapuskan perbudakan, karena beliau melihat sendiri betapa
sistem perbudakan merusak sistem sosial
dan sistem moral, sistem politik, sistem budaya, kesenian dll di kalangan masyarakat bangsa-bangsa. Dan menggantinya dengan sistem islami yang
bertauhid, anti kerakusan, menjadikan
setiap orang rahmatan lil alamin.
Di
zaman kini, walau peradaban sudah sangat modern, teknologi sudah demikian
canggihnya, tetapi, pemikiran sebagian manusia belumlah mencapai tingkat
canggih dalam pemikiran tentang rasa adil, benar, jujur dalam bidang ekonomi.
Konsepsi
pemikiran hidup sejahtera, kemakmuran, tak lebih dilihat dari kacamata jiwa egois,
serakah, dan jauh dari konsep rahmatan
lil alamin, dan menjadi cahaya yang bercahaya bagi orang lain. Implimentasi dari sikap ini terlihat dari
sistem penggajian para pekerjanya yang sangat kecil, jauh dari kebutuhan layak
normal, dan lebih memperlihatkan sikap pelit .
Disisi lain, tempat kerja dan jaminan kesehatan diabaikan. Mereka membangun skenario mau silahkan kerja,
tidak mau ga usah kerja diperusahaannya.
Dalam
kondisi yang lain, bila perusahaan mengalami krisis keuangan mereka berteriak
perusahaan hampir bangkrut yang kemudian diikuti oleh PHK, tetapi, ketika
perusahaan berkembang, profit tinggi, mereka diam, dan menggaji berdasarkan
skala lama. Padahal , kemajuan
perusahaan hasil lelah para karyawannya.
Para
karyawan hanya menjadi alat untuk mencapai tingkat kesejahteraan pemilik
perusahaan. Meraka dilihat tak lebih
dari robot yang bergerak dinamis dan diprogram untuk jenis pekerjaan
tertentu. Tetapi, kebutuhan-kebutuhan
kemanusiaannya diabaikan. Yang lebih parah lagi, untuk masuk perusahaan mereka
harus melalui yayasan atau calo dengan berbagai macam embel-embel yang
menjeratnya. Mereka masuk kedalam
jeratan perbudakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar