Jumat, 26 Juni 2015

Global leadership : Perbudakan modern

Perbudakan Modern

Bila berabad silam perbudakan diciptakan oleh kekalahan dimedan perang, dimana pihak yang kalah bila tertangkap dijadikan budak. Mereka harus bekerja siang malam melayani pihak pemenang.  Tenaga dan pemikiran mereka dieksploitasi.  Otak mereka dicuci untuk menerima nasib sebagai budak yang harus melayani dengan imbalan dibiarkan hidup dan diberi makan sekedarnya.
Di era kolonilisme dan imperialisme kuno, bangsa-bangsa Eropa yang merasa beradab, berbudaya tinggi dan akan memperadabkan bangsa-bangsa Asia Afrika mengangkut manusia-manusia Afrika dan Asia, melalui perjalanan panjang menyeberangi lautan, membawa mereka keberbagai belahan dunia lain dan memperkerjakan mereka sebagai budak perahan untuk menghidupkan perkebunan dan industri pendukungnya, padahal setiap minggu,mereka selalu belajar tentang cinta kasih terhadap sesama manusia.  Memperadabkan manusia tetapi menyiksa habis-habisan sisi kemanusiaannya.
 Di era revolusi Industri, perbudakan diciptakan oleh sistem yang pro kaum borjuis dan disisi lain melalui sistem pula kaum proletar dimiskinkan melalui sistem penggajian. Tidak hanya pekerja laki-laki dewasa, tetapi juga perempuan dewasa, bahkan anak-anak.
Bila Nabi Muhammad saw  melalui ajaran Islam yang diajarkannya menghapuskan perbudakan, karena beliau melihat sendiri betapa sistem perbudakan merusak sistem sosial  dan sistem moral, sistem politik, sistem budaya, kesenian dll  di kalangan masyarakat bangsa-bangsa.  Dan menggantinya dengan sistem islami yang bertauhid, anti kerakusan,  menjadikan setiap orang rahmatan lil alamin.
Di zaman kini, walau peradaban sudah sangat modern, teknologi sudah demikian canggihnya, tetapi, pemikiran sebagian manusia belumlah mencapai tingkat canggih dalam pemikiran tentang rasa adil, benar, jujur dalam bidang ekonomi.
Konsepsi pemikiran hidup sejahtera, kemakmuran, tak lebih  dilihat dari kacamata jiwa egois, serakah,  dan jauh dari konsep rahmatan lil alamin, dan menjadi cahaya yang bercahaya bagi orang lain.  Implimentasi dari sikap ini terlihat dari sistem penggajian para pekerjanya yang sangat kecil, jauh dari kebutuhan layak normal, dan lebih memperlihatkan sikap pelit .  Disisi lain, tempat kerja dan jaminan kesehatan diabaikan.  Mereka membangun skenario mau silahkan kerja, tidak mau ga usah kerja diperusahaannya.
Dalam kondisi yang lain, bila perusahaan mengalami krisis keuangan mereka berteriak perusahaan hampir bangkrut yang kemudian diikuti oleh PHK, tetapi, ketika perusahaan berkembang, profit tinggi, mereka diam, dan menggaji berdasarkan skala lama.  Padahal , kemajuan perusahaan hasil lelah para karyawannya.
Para karyawan hanya menjadi alat untuk mencapai tingkat kesejahteraan pemilik perusahaan.  Meraka dilihat tak lebih dari robot yang bergerak dinamis dan diprogram untuk jenis pekerjaan tertentu.  Tetapi, kebutuhan-kebutuhan kemanusiaannya diabaikan. Yang lebih parah lagi, untuk masuk perusahaan mereka harus melalui yayasan atau calo dengan berbagai macam embel-embel yang menjeratnya.  Mereka masuk kedalam jeratan perbudakan.


Tidak ada komentar:

Leadership impian

 Siapakan yang pantas menjadi leader impian ? bagaimana standar menjadi leader impian ? Apakah anda bisa menjadi leader impian ?