Global Leadership : Jangan Marah !
Suatu
siang ketika matahari diatas kepala, seorang manajer marah luar biasa, semua
kata keras, kasar, bahkan isi kebon binatang dikeluarkannya. Dia marah besar karena target yang diinginkan
jauh dari harapan yang diinginkannya.
Para bawahannya hanya diam tertunduk, mungkin dongkol, mungkin benci,
mungkin ingin menonjoknya atau mungkin
juga takut di PHK kalau membantah atau melawan atasan . Diam adalah senjata
utamanya.
Ketika
sang manajer pergi membawa kemarahan dan kekecewaanya. Mereka bangkit, menegakan
kepalanya , saling lirik kemudian bubar ketempat kerjanya masing-masing sambil
membawa unek-unek, rasa kecewa , hati yang berat dan tatapan kosong.
Diluar
dugaan mereka, omelan sang menajer menjadi trending topik diantara karyawan
yang lain, bukan tentang isi dan kualitas tema omelan, tetapi tentang cara
penyampaian pesan yang menggunakan kata-kata kasar, bahkan nama-nama binatang
yang dikeluarkan. Mereka, merasa
direndahkan derajatnya, walau tidak jadi objek omelan. Tetapi, yang diomeli adalah rekan kerja mereka, bisa jadi saudara mereka, teman
senasib, teman yang selalu saling menolong, saling mengunjungi bila seorang
dari mereka sakit atau punya hajatan keluarga.
Mereka adalah bagian dari kita, sesama karyawan.
Para
karyawan kerap mengurangi kemampuan kerja , inovasi dan kreativitas mereka, bila mereka merasa
dipimpin oleh orang yang tak mengerti mereka.
Oleh orang yang hanya mementingkan dirinya , jabatannya, gaji dan
bonusnya dan keluarganya sendiri dan tidak mementingkan nasib para karyawan dan
keluarganya serta orang yang terkait dengan tempat industri mereka.
Bahasa
perintah, bahasa kekuasaan menjadi alat kepentingan pribadinya meraih jabatan
lebih tinggi, gaji lebih besar, bonus akhir tahun lebih besar atau liburan
akhir tahun keluar negeri dengan biaya perusahaan. Tetapi, karyawan ditekan, baik dengan beban
kerja, dengan bahasa perintah, dengan bahasa kasar atau dengan sikap
memperbudak.
Para
karyawan mau mengerahkan semua kemampuannya bahkan dengan taruhan nyawanya asal
hak – hak mereka, penghargaan terhadap mereka, harapan besar keluarga mereka
diperhatikan oleh perusahaan , setidaknya oleh para menejer yang sering bertemu mereka. Mereka ingin ada penghargaan bukan saja dalam
bentuk gaji yang layak, bonus yang layak, perhatian yang layak, tetapi
diperhatikan keinginan atau aspirasi mereka, setidaknya berkomunikalah dengan
menggunakan bahasa yang enak didengar dengan makna yang jelas, singkat, padat
jelas Dengan sikap tubuh bersahabat dan
mengahrgai sisi kemanusiaan mereka.
Mereka
bukan binatang, yang kalau mati cukup dikubur dan tak perlu memikirkan makan,
pakaian dan pendidikan anak dan istri mereka.
Mereka juga bukan budak yang siap diperas kapan saja tenaganya, tetapi
dikasih makan sangat minim dan tak dihargai sebagai manusia.
Mereka
adalah manusia normal seperti para manajer yang menyiksa batin mereka. Mereka hanya butuh perhatian, penghargaan, standar gaji yang layak untuk hidup anak istri mereka, jenjang karir yang jelas, kesejahteraan setelah pensiun, motivasi dan dukungan bagi pemecahan masalah yang mereka hadapi ditempat kerja mereka dan jangan pecah mereka dengan teman-teman mereka yang sudah sehati seperti saudara.
Jangan marah bos, tetapi berkomunikasilah dengan bahasa yang singat padat jelas sebagai sesama manusia, masa gitu aja ga bisa ! begitulah sebagian dari suara hati mereka, yang harus didengar, dipikirkan dengan matang oleh siapapun yang memimpin. Jangan marah !!!!